Connect with us

Begini Perjalanan Sosok Guru Tari Dyoti’s Studio Hingga Jalin Kerjasama dengan Giardino Cafe Pamulang

BANTEN OKE

Begini Perjalanan Sosok Guru Tari Dyoti’s Studio Hingga Jalin Kerjasama dengan Giardino Cafe Pamulang

Merintis sejak Febuari 2023 kemarin, Giardino Cafe Pamulang berani sajikan dua varian kopi internasional dengan bandrol cukup lumayan terjangkau bagi kantong mahasiswa.

Hal tersebut bukan tanpa alasan, konsisten pada rasa kopi, Giardino nampaknya serius dalami suguhan kopinya ketimbang makanannya. Bagi pengelola giardano, makanan hanya sebagai pelengkap hidangan.

Menu unggulan yang menjadi ciri khas giardino adalah creamy latte, kopi yang di hidangkan menggunakan coconut milk berbeda dengan tempat kopi lainnya di Indonesia.

Tidak hanya creamy latte, giardano lantas mengembangkan konsep bacha coffe yang di adopsi dari negara tetangga yakni Singapura. Kopi tersebut memiliki aroma khusus yang di timbulkan secara alami tanpa mesin olahan ataupun campuran.

Nah guys, kopi bhaca ini harganya cukup lumayan merogoh kocek agak dalam untuk bisa merasakannya, pasalnya, untuk harga pergelasnya mencapai ratusan ribu rupiah. Ngga percaya? Silahkan kepoin.

Hal tersebut di katakan oleh A Hakim Susanto, manager Giardino Pamulang. Menurutnya, harga tersebut sesuai dengan rasa racikan khas ala Giardino yang kebetulan mengedepankan kualitas minuman berkelas.

Tidak hanya sajikan kopi berbagai rasa, Giardino mulai merangkul insan seniman untuk berkreasi di tempatnya. Menyiapkan ruangan khusus bagi seniman tari, Giardino turut mengapresiasi budaya lokal.

“Kami sangat mengapresiasi budaya lokal, maka dari itu, kami siapkan tempat untuk para seniman tari mengekspresikan tariannya untuk mengingatkan kita tentang keberagaman budaya. Di tempay kami, kegiatan tari ini berlangsung rutin tiap hari rabu sore,” terang Hakim

Sementara itu, Munaria Widyanti, owner sanggar tari Dyoti’s Studio menjelaskan, rentetan pengalamannya menari untuk menjaga dan turut melestarikan budaya tarian nasional.

“Aku mempelajari tari Bali selama 13 tahun di bawah pimpinan Bapak Yasa dari Sanggar Tari Bali Puspita dan Ibu Ni Ketut Sukarni, serta almarhum Pak Bagus Adi Perbawa dari Sanggar Widya Budaya. Aku pernah juga mempelajari tari Minang di Sanggar Sangrina Bunda pimpinan almarhumah Ibu Elly Kasim dan pernah mempelajari tari Betawi dengan Ibu Wiwiek Widyastuti, dan beberapa tarian daerah lainnya,” tutur wanita tangguh yang akrab di sapa Kak Rya. (3/10/2023)

Semasa SD, dirinya juga sempat beberapa kali mendapatkan juara di beberapa kompetisi tari Bali, salah satunya juara 1 se-Jabodetabek piala Gubernur DKI Jakarta dan pernah menjadi peraga tari pembelajaran tari Legong Keraton di stasiun TV, serta tampil di acara Bintang Cilik Berprestasi di stasiun TVRI.

Berlanjut, bakat tarinya ia sadari pada saat duduk di bangku SMP, bukan kebetulan, ia mengabdikan diri membantu mengajar tari untuk menggantikan guru tarinya jika sedang tidak bisa mengajar.

Ketika beranjak SMA, aku pernah mengikuti beberapa festival tari dan mewakili untuk misi kesenian Indonesia di Malaysia; Italia; Austria; Spanyol; dan negara-negara lainnya.

Di Universitas Gunadarma, aku mengambil jurusan Manajemen Informatika S1. Tetapi, aku tetap mengambil UKM yang di sebut “TEater TEMA GunadarMA” dan pernah mengikuti pagelaran dengan tema “Whatapa(?)”. Aku juga pernah ikut mengambil peran sebagai Emeh pada acara TV dengan tema bulan seribu bulan dengan judul “Si Emeh” di TV Indosiar yang mana adalah program Ramadhan, dan di-sutradarai oleh Bapak Sukarya Maharajo.

Setelah lulus kuliah, ia giat untuk mencari tempat-tempat pelatihan tari untuk menggali ilmu tari lebih dalam, seperti di balai-balai kesenian, sanggar-sanggar tari, dan juga ke seniman tari senior, dimana aku juga bisa mempelajari tentang koreografi, mengenai musik tari, dan filosofi-filosofi tari.

“Aku juga sempat bergabung di Sanggar Sangrila dan berkesempatan menyutradarai tampilan anak-anak Sanggar Sangrila Cabang Bintaro dan Taman Palem dengan judul “Pinocchio Milenium”. ujarnya

Di lanjutkannya, ia sempat mengisi acara di Opera Van Java sebanyak 3 episode, yang pertama adalah Tari Legong Keraton dengan tema Bali, yang kedua Tari Zapin dengan judul episode Istana Maimun, dan yang ketiga Tari Ratoeh Jaroe. Dengan pengalamannya ia sering bekerjasama juga dengan beberapa EO, seperti pernah mengisi sendratari Ramayana VS. modern kolaborasi dengan musik perkusi di Grand Indonesia.

Pasca melahirkan putri yang kedua, lantas dirinya sempat drop kemudian mengalami operasi tumor otak meningioma. Dan karena ia tidak langsung bertindak, tumor tersebut menyerang pada bagian penglihatannya hingga saat ini hanya berfungsi 20%. Kini sosok guru tari tersebut lebih mengandalkan indra pendengaran serta kepekaan batin terhadap seseorang atau apapun yang ada di sekelilingnya.

Namun, berkat pertolongan Allah Swt. dan dukungan dari keluarga, para sahabat, dan murid-murid yang sangat baik perhatiannya, hal ini tidak menurunkan semangatnya untuk terus berkarya.

Itu di buktikannya, pasca satu (1) bulan operasi tumor, ia dan tim tarinya diberi kesempatan oleh para dokter bedah di RS Siloam Karawaci untuk tampil di acara hari ulang tahun beberapa dokter bedah, termasuk yang meng-operasi tumor yang bernama Prof. Dr. Eka Julianta Wahjoepramono dan Dr. Julius, serta dokter lainnya.

Di dalam keterbatasan fisik yang di alami, ia kemudian sempat membuat beberapa karya tari diantaranya Tari Rumiang yang bercerita tentang kesedihan sekaligus kebangkitan seorang wanita pasca gempa tsunami di Pulau Krakatau.

Tak hanya itu, ada juga Tari Beber Layar yang bercerita tentang kehidupan seorang nelayan yang bekerja dengan penuh sukacita. Selain itu, ada juga Tari Ngarengkak yang bercerita tentang sekumpulan penari wanita yang bergerak dengan gesit, sinergis, dan mempunyai semangat yang tinggi.

“Iringan musik di dalam semua karya tari ini di bantu oleh teman-teman-ku, diantaranya Kang Iip Supriatna yang namanya sudah tidak asing lagi di kalangan seniman musik tradisional, dan mendapatkan penghargaan dari dinas pariwisata Banten sebagai gerakan seniman masuk sekolah dengan seni rampak bedug,” beber Kak Ria

Sampai saat ini, sosok wanita tangguh tersebut tercatat masih mengajar di SMAN 2 Tangerang Selatan sejak 15 tahun yang lalu dan di SMAN 11 Tangerang Selatan sejak 12 tahun yang lalu.

“Dan puji syukur aku panjatkan kepada Allah Swt., anak-anak didikku juga meraih beberapa prestasi seperti lomba tari hingga tingkat provinsi maupun Jabodetabek. Aku memperkenalkan semua seni kepada ke-dua putriku, dan Alhamdulillah putri sulung-ku mengikuti jejak-ku untuk berkecimpung di dunia tari, dan putri bungsu-ku terjun di seni vokal,” terangnya

Bangkit dalam keterbatasan, ia ingin sekali mengajak teman-teman yang mempunyai keterbatasan fisik sepertinya untuk tetap terus bersemangat di dalam berkarya maupun beradaptasi dengan kondisi yang ada pada diri sendiri.

“Memang tidak hanya sukacita yang kita dapatkan dengan kondisi keterbatasan ini, tetapi pasti ada duka juga. Diantaranya, adanya mosi tidak percaya akan keahlian kita karena keterbatasan fisik ini dan mungkin ada yang memandang sebelah mata dengan keadaan kita. Tetapi semua itu kita jadikan kebaikan saja untuk kita kedepan, supaya kita bisa fokus untuk terus semangat berkarya, berkarya, dan berkarya. Kita dapat menjadi contoh untuk generasi muda dan anak bangsa untuk menumbuhkan rasa percaya diri dengan terus belajar dan terus berkarya,” tutupnya (Adt)

To Top