BANTEN OKE
Pemuda Tangerang Tolak Radikalisme
18.143.23.153 – Ratusan pemuda perwakilan organisasi kepemudaan, pelajar dan mahasiswa Kota Tangerang mendeklarasikan diri untuk menolak radikalisme agama. Janji untuk tetap berideologi pancasila, menjaga keutuhan NKRI dan menjaga persatuan dan kesatuan  tersebut disampaikan dalam rangkaian acara dialog pemuda anti radikalisme yang digelar Forum PAC Gerakan Pemuda Ansor Kota Tangerang, di Ponpes Roudlotussalam, Jl. Gatot Subroto KM.3 Cimone, Karawaci Tangerang.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut, Â Kapolres Metro Kota Tangerang, Komisari Besar Polisi, Riad dan Ketua MUI Kota Tangerang, KH Edi Junaedi. Ketua PW Ansor Provinsi Banten, H. Ahmad Imron, menjadi moderator untuk dua narasumber tersebut
Ketua MUI Kota Tangerang,  KH Edi Junaedi mengatakan, deklarasi pemuda anti radikalisme ini menjadi sangat penting, mengingat pemuda merupakan target atau sasaran yang mudah terdoktrin faham radikal. “Pemuda  adalah orang yang berhadapan dengan kelanjutan hidup,” katanya, belum lama ini.
Kyai Edi berpendapat, fitrah manusia  bukan dilahirkan atas dasar kekerasan tetapi mawaddah warohmah. Untuk itu,  kalau ada manusia  yang gemar melakukan kekerasan apalagi dalam penyebaran agama, hal itu, menurut dia, sudah keluar dari fitrah. “Kita lahir atas dasar cinta bukan kekerasan. Lalu kekerasan atau segala hal yang membuat kita susah itu sudah diluar fitrah,” katanya.
Kyai Edi menukil, sejarah radikalisasi sudah berlangsung sejak timbulnya kaum khawarij, lalu fundamentalis atau wahabiah. “Ketika raja  Saud memenangkan peperangan, mereka menggunakan kekerasan. Rumah Siti Khadijah, rumah Umar dan tempat-tempat bersejarah diratakan, dengan dalih pemurnian akidah,” katanya.
Pemikiran dan tindakan yang diperjuangkan kelompok ini, kata dia, terus berlangsung hingga saat ini. Di banyak tempat, yang terjadi malah kekacauan, karena kekerasan yang mereka lakukan bertabrakan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku dimasyarakat.
Kapolres Metro Tangerang, Kombes Polisi Riad mengatakan, radikalisme dapat diartikan  melakukan perubahan yang sangat ekstrim. Untuk memaksakan perubahan tersebut, para pelakunya menempuh cara-cara  yang tidak prosedural. “Yang terjadi adalah kekacauan,” katanya
Menurut mantan anggota Densus 88 itu, radikalisme sudah ada sejak sebelum Indonesia berdiri. Dulu radikalisme itu digunakan untuk hal baik, yakni untuk menuju Indonesia merdeka. “Namun, para pendiri bangsa ini sadar betul bahwa, negara ini tidak bisa mengakomodir satu kelompok saja (Islam). Makanya, negara itu dibentuk dengan asas Pancasila,” kata dia.
Saat ini, kata dia, radikalisme digunakan untuk memaksakan faham satu kelompok untuk merubah tatanan negara ini. Mereka menginginkan Pancasila diganti dengan ideologi yang mereka bawa dan mencap pemerintah sekarang Thogut yang halal darahnya. “Ini berbahaya, mereka menyalah artikan konsep jihad,” tandasnya.
Riad mengingatkan, peran pemuda adalah membentengi untuk terhindar dari radikalisme. Menurut dia, Â pemuda adalah potensi yang akan direkrut, sudah banyak anak muda dan masjid yang terjajah virus radikalisme. “Kalau ada faham yang mengatakan pemerintah adalah togut, berpedoman pada Pancasila sama dengan menyembah thogut, itu sudah ciri-ciri,” katanya.
Ketua pelaksana kegiatan, Hartono mengatakan, kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya GP Ansor untuk membendung masuknya aliran atau faham radikal ke Kota Tangerang. Melalui dialog dan pemaparan konsep agama dan penegakan hukum, kata dia, diharapkan pemuda tak mudah terdoktrin oleh faham-faham radikal yang menafsirkan agama dari sudut pandang kekerasan. “Ini menjadi komitmen GP Ansor untuk berperan memerangi faham tersebut,” katanya (ST)