INDONESIA OKE
Kaum Muda Syarikat Islam Dukung Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Jakarta — menyambut Hari Buruh Kaum Muda Syarikat Islam (KMSI) menyatakan dukungan tegas terhadap percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Ketua Umum KMSI, Adi Putra atau yang akrab disapa Adhyp Glank, menegaskan hal ini dalam konferensi pers di Kantor Pusat Syarikat Islam, Matraman, Jakarta, Kamis (01/05/25).
Menurut Adhyp, perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) bukan sekadar persoalan hukum, melainkan juga menyangkut martabat kemanusiaan. Ia menyoroti bahwa PRT merupakan salah satu sektor pekerjaan dengan jumlah signifikan di Indonesia, mencapai sekitar 4 juta orang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023.
“Pekerja rumah tangga seringkali terlupakan. Padahal mereka menyerap banyak tenaga kerja, terutama dari kelompok berpendidikan rendah. Hingga saat ini, mereka belum memiliki payung hukum yang jelas,” ujar Adhyp.
Ia menambahkan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum mengatur perlindungan khusus bagi PRT. Akibatnya, mereka rentan mengalami diskriminasi, eksploitasi upah, kekerasan fisik, psikis, hingga kekerasan seksual. Adhyp mendorong agar pemerintah juga mempertimbangkan pemberian jaminan sosial secara gratis, seperti BPJS Ketenagakerjaan, bagi PRT.
Meski Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak bagi PRT melalui Perpres No. 20 Tahun 2020, implementasinya belum berjalan optimal karena belum adanya landasan hukum yang jelas.
“Negara harus bertindak sigap. PRT adalah pahlawan domestik yang menopang ekonomi keluarga menengah ke bawah secara mandiri. Mereka tidak boleh menjadi korban ketidakadilan,” tegas Adhyp.
KMSI mendorong agar RUU PPRT memuat pengakuan PRT sebagai pekerja formal dengan hak normatif seperti upah layak, hak cuti, jaminan sosial, perlindungan kesehatan dan hukum, serta mekanisme pengawasan ketenagakerjaan yang jelas. Adhyp juga menekankan pentingnya sanksi tegas bagi pemberi kerja yang melanggar, termasuk pidana bagi pelaku kekerasan terhadap PRT.
“Komnas Perempuan mencatat ada 1.200 kasus kekerasan terhadap PRT dalam tiga tahun terakhir. Angka ini masih bisa bertambah,” ujarnya.
KMSI juga menyoroti perlindungan bagi PRT migran. Adhyp mendorong pemerintah memaksimalkan peran Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan memperkuat layanan kesehatan bagi PRT di negara tujuan.
“Kami mendukung penuh langkah DPR RI untuk memasukkan RUU PPRT dalam Prolegnas Prioritas 2025. Jika RUU ini tidak disahkan, itu akan menjadi bukti nyata adanya pengabaian perlindungan terhadap rakyat kecil,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, KMSI berencana menggelar aksi damai di depan Gedung DPR RI dan beberapa lokasi strategis lainnya. Selain itu, KMSI juga akan mendorong penggalangan petisi dukungan serta dialog nasional dengan Komisi IX DPR RI untuk memperkuat isi draft RUU.
“Indonesia sudah terlambat lebih dari 10 tahun sejak meratifikasi Konvensi ILO. Jadi pengesahan UU PPRT ini adalah keharusan demi keadilan dan pemenuhan hak konstitusional para pekerja. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal martabat kemanusiaan,” pungkas Adhyp.
Editor: Hary
