Info Tangsel
KDRT di Tangsel Meningkat
18.143.23.153- Angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), meningkat. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Keluarga Berencana Kota Tangsel menyatakan, tingginya jumlah KDRT disebabkan faktor ekonomi.
Sekretaris Badan Pernberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMP2KB) Kota Tangsel Yantie Sari mengatakan, hingga Oktober terdapat 87 kasus KDRT. Jumlah tersebut meningkat bila dibandingkan tahun Ialu yang tercatat sebanyak 40 kasus. “Masalah ekonomi menimbulkan kekerasan fisik dan psikologis,” kata dia (28/10).
Menurut Yantie, kesulitan Penanganan KDRT yaitu kejadiannya berlangsung di Iingkup keluarga. Sethingga, korban kerap malu, segan, dan tabu melaporkan masalah yang dialaminya. Akibatnya, kekerasan ini mengendap dan terus terjadi.
Karena itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel berencana,giat melakukan sosialisasi dan kampanye KDRT ke sejumlah tempat. BPMP2KB Kota Tangsel akan memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk melapor bila mengalami kekerasan. “Agar masyarakat tak malu melapor,” kata Yantie.
Penyuluhan dilakukan dalam bentuk sosialisasi pada pertemuan-pertemuan dengan berbagai instansi. Cara lainnya, yaitu kegiatan kampanye dengan turun ke jalan-ialan protokol di Kota Tangsel. Melalui kegiatan yang bekeria sama dengan kepolilian setempat ini, BPMP2KB memberikan selebaran seputar KDRT kepada para pengendara di jalan.
Pada acara-acara penyuluhan itu, BPMP2KB menjanjikan pendampingan terhadap korban kekerasan, bahkan kalau masalahnya harus diselesaikan di pengadilan. Yantie mencontohkan, pendampingan ini sepertci yang dilakukan ketika mendampingi Nabila (10 tahun) yang mengalami kekerasan dari neneknya.
Yantie mengatakan, pendampingan terhadrap Nabila dilakukan mulai dari perawatan di rumah sakit sampai kelanjutanproses hukum yang sekarang sedang diusut Polres Jakarta Selatan. “Karena itu, karni minta masyarakat jangan segan, apalagi malu melaporkan KDRT yang terjadi,” kata dia.
Menurut Yanti, alasan pelaku masih merupakan anggota keluarga bukanlah dasar untuk tidak melaporkan kekerasan yang dialami. Pelaporan dapat menjadi pembelajaran agar kekerasan bisa diselesaikan dan tidak terulang. (sumber: republika)