Info Tangsel
Tangsel Harus Jadi Kota Maju di Pinggir Jakarta
18.143.23.153 – Sejak berdiri 2008, Tangerang Selatan (Tangsel) terus melakukan pembenahan. Meski banyak aral melintang dalam proses pembangunannya. Airin Rachmi Diany, sebagai walikota definitif pertama, menargetkan Tangsel mampu sejajar dengan kota-kota di pinggiran DKI Jakarta, kendati Tangsel termasuk kota yang paling baru jika dibandingkan dengan kota lainnya.
Lantas strategi dan konsep apa yang diterapkan oleh Airin? Yang jelas menurutnya, menata Tangsel memang bukan pekerjaan mudah. Semangatnya harus berangkat dari niat awal pemekaran dari Kabupaten Induk, Tangerang. Yakni memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat.
Dulu sebelum dimekarkan, masyarakat yang tinggal di wilayah Tangsel, terkendala jarak jika ingin mengurus administratif ataupun hal lain yang menyangkut hak atas pelayanan.
“Sebelumnya dilakukan dulu pemetaan, apa yang menjadi kebutuhan mendesak. Itulah menjadi skala prioritas,†ujar Airin, kepada 18.143.23.153 dalam sebuah kesempatan wawancara.
Setidaknya Airin menyimpulkan ada tiga masalah pokok. Pertama mengenai infrastruktur, kedua pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan terakhir adalah penguatan budaya yang menyangkut karateristik. Infrastruktur yang dimaksud juga dicacah lagi yang perlu diperhatikan. Antara lain: pendidikan, fasilitas publik dan pelayanan kesehatan.
“Saya bersama Pak Benyamin Davnie (wakil walikota) mengawalinya dari situ (tiga masalah pokok). Jadi ada assesment terhadap kebutuhan Tangsel,†tegasnya.
Untuk merealisasikan strategi dan konsep itu, menurut Airin intinya adalah political will. Karena tanpa ada political will dari pimpinan daerah, semuanya tidak akan bisa berjalan dengan baik. Proses tersebut juga harus didukung dengan sistem evaluasi yang baik, agar kinerja bisa terukur.
Konsep pembangunan Tangsel tidak keluar dari koridor visi dan misi yang digagas Airin – Benyamin Davnie, sebagaimana mereka dulu berkampanye ketika momen-momen Pilkada yakni menjadikan Tangsel sebagai kota yang modern, cerdas dan religius. Program kerja inilah yang di-breakdown.
Sebagai kota yang modern, masyarakat Tangsel harus cerdas, berpendidikan tetapi tidak meninggalkan nilai kearifan lokalnya (local wisdom), dan nilai religiusnya. Dengan paduan itu, Airin berkeyakinan akan tumbuh nilai-nilai toleransi.
“Untuk apa menjadi sebuah kota modern, tetapi tidak kondusif. Ya, semuanya pasti terganggu kalau tidak aman,†tegas Airin.
Tantangan yang paling berat dihadapi dalam proses penataan Tangsel adalah masalah urbanisasi. Untuk mengatasi ini, Airin bersama Benyamin Davnie, terlebih dulu memokuskan pada penerapan sistem kependudukan yang baik. Diterbitkan kebijakan, bahwa warga pendatang yang ingin menjadi warga Tangsel, harus mengantongi surat pindah dari daerah sebelumnya, khususnya dari Ketua RT (Rukun Tetangga).
Surat keterangan RT inilah yang menjadi dasar, karena nantinya akan dilaporkan ke Ketua RT yang baru untuk memperoleh surat pengantar ke kelurahan. Ketua RT merupakan ujung tombak dari program kependudukan.
“Pelayanan akan diprioritaskan bagi warga yang memiliki KTP Tangsel. Makanya saya sepakat jika nantinya pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla membentuk kementerian sendiri untuk kependudukan,†ujar Airin. “Ke depan saya bersama Pak Ben masih mengkaji, apakah perlu adanya anggaran yang dialokasikan untuk mendukung kerja-kerja Ketua RT di Tangsel.â€
Untuk persoalan ekonomi, di Tangsel itu juga banyak potensi yang bisa dikembangkan menjadi usaha mandiri. Seperti hypermarket, supermarket, sudah mulai kami tekankan agar ikut membantu mengembangkan sektor ekonomi mikro (usaha kecil menengah) yang rata-rata pelakunya adalah warga Tangsel.
Ke depan juga mulai dilakukan penataan-penataan pasar tradisional. Karena peran pasar tradisional untuk kegiatan ekonomi masyarakat harus tetap dihitung. Pemerintah daerah tidak menutup mata terhadap kekuatan ekonomi pasar tradisional.
“Kita masih menyelesaikan proses penyerahan aset pasar tradisional dari Kabupaten Tangerang,†imbuh Airin.
Tinggal nanti selain penataan, manajamennya pengelolaan pasarnya juga akan dibuat lebih modern. Rencananya akan dikelola langsung oleh Perusda (perusahaan daerah/BUMD). Jadi pasar tradisional tidak kalah dengan pasar modern yang biasa dikembangkan investor-properti swasta.
“Saya punya harapan besar Tangsel menjadi Smart City. Meskipun harus diakui penataannya harus bertahap. Seperti ruang-ruang publik juga sudah mulai dibuat, ruang publik itu didukung dengan internet (wifi). Menawarkan konsep taman kota dan ruang publik sebagai tempat liburan murah keluarga.â€
Untuk situ-situ (danau) akan terus dipertahankan. Karena jika ditata dengan baik, situ-situ ini bisa menjadi ruang publik yang efektif, bahkan bisa memberikan nilai ekonomis kepada warga sekitar.
Airin menyontohkan situ-situ menjadi lokasi wisata kuliner. “Pelaku usaha kuliner ini kan pastinya masyarakat Tangsel. Kemudian orang bisa belajar dengan nyaman di situ-situ, karena disediakan wifi. Apalagi Tangsel ini berdiri beberapa kampus. Ini untuk mendukung visi cerdas dan modern-nya.â€
Kemudian ada pertanyaan bagaimana dengan religiusnya? Arahnya sebenarnya membangun karakter/ahlak diawalinya sejak dini. Sudah ada rancangan perda untuk mendukung program ini. Akan tetapi perlu ditegaskan, semangatnya tidak keluar toleransi.
Pada kesempatan yang sama, Benyamin Davnie menyinggung masalah penataan birokrasi. Di awal pernyataannya, Bang Ben-demikian ia akrab disapa, tidak ingin terjebak pada persoalan klasik terkait aparatur birokrasi, yang selalu diidentikan lamban dalam memberikan pelayanan. Harus diakui, bahwa perubahan sekarang demikian cepat.
“Kalau boleh saya katakan, era ini adalah eranya revolusi informasi dan teknologi,†tandas Ben.
Artinya, lanjut Ben, aparatur pemda sudah harus bisa memberikan pelayanan mudah dan cepat. Kondisi ini tidak bisa dihindari lagi.
“Makanya kami menerapkan layanan satu atap. Ke depan semua pelayanan sudah berbasis IT. Hal itu harus didukung oleh pemikiran yang kreatif dan inovatif dari aparatur itu sendiri. Tanpa itu semua saya yakin, tidak akan mampu berdaya saing.â€
Aparatur yang mampu berdaya saing, kemudian didukung dengan penguatan ekonomi masyarakat. Tangsel sendiri sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Koperasi dan UMKM.
“Pemda berkeinginan semua pihak ikut mendorong penguatan usaha mikro,†tegas Ben.
Ke depan, Ben katakan, pemda tengah melakukan kajian terkait lembaga penjaminan kredit daerah (LPKD). Banyak pelaku usaha mikro selalu terkendala sulitnya mendapat pinjaman modal. Apalagi pinjaman modal tersebut berhubungan dengan bank (perbankan).
LPKD ini dimaksud untuk membantu pelaku usaha kecil dan mikro yang tidak memiliki agunan. Pemda dalam hal ini akan menjadi penjamin kepada pihak perbankan, agar bisa mengucurkan bantuan kreditnya.
“Masih dikaji dari aspek-aspek hukumnya apakah dimungkinkan.â€
Jika dimungkinkan, selanjutnya kata Ben, antara Pemda Kota Tangsel akan membuat Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak bank. Isi dari MoU itu akan dibahas terlebih dulu.
“Intinya, bank bisa mengucurkan pinjaman usaha, dan Pemda sebagai garantor dan supervisor,†tegas Ben.(ADV)