Opini
Membangun Kembali Kepercayaan Publik: Evaluasi Partisipasi Pilkada 2024 di DKI Jakarta
Oleh: M. Rizki Tanarubun, Mahasiswa UNPAM
Tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 di DKI Jakarta hanya mencapai 53,05%. Angka ini menjadi sorotan tajam terhadap kualitas demokrasi di ibu kota dan menyoroti kelemahan strategi Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta. Meski berbagai program sosialisasi telah dijalankan, rendahnya partisipasi membuktikan bahwa upaya tersebut belum efektif dan membutuhkan evaluasi menyeluruh.
Dalam demokrasi, partisipasi pemilih adalah indikator keberhasilan pendidikan politik dan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Namun, meskipun KPU DKI telah melaporkan serangkaian upaya seperti kampanye media sosial, pemasangan baliho, dan pertemuan dengan masyarakat, data menunjukkan hasil yang mengecewakan. Terutama, kelompok pemilih muda dan penduduk di wilayah pinggiran yang sering kali sulit mengakses informasi tampaknya belum tersentuh secara optimal.
Fakta ini mengindikasikan adanya celah dalam edukasi politik masyarakat. Banyak warga yang tidak memahami prosedur pemilu, bingung dengan lokasi tempat pemungutan suara, atau tidak mengenal visi dan misi calon. Selain itu, pendekatan kampanye yang cenderung teknis dinilai kurang efektif dalam membangkitkan kesadaran politik.
Rendahnya partisipasi juga disebabkan oleh meningkatnya ketidakpedulian masyarakat, terutama generasi muda, yang menganggap Pilkada sebagai ajang elitis tanpa dampak langsung pada kehidupan sehari-hari. Penurunan kepercayaan ini menjadi sinyal bahwa KPU perlu mengubah pendekatannya agar lebih relevan dan inklusif.
Kegagalan ini tidak hanya berdampak pada aspek teknis penyelenggaraan, tetapi juga mengancam legitimasi demokrasi itu sendiri. Jika KPU DKI Jakarta tidak segera melakukan perbaikan, demokrasi di ibu kota berisiko tereduksi menjadi formalitas administratif tanpa partisipasi aktif rakyat.
Tantangan ke depan bagi KPU DKI Jakarta adalah mengembalikan kepercayaan publik melalui strategi yang lebih mendekatkan masyarakat pada proses demokrasi. Reformasi dalam pendekatan sosialisasi dan edukasi politik menjadi keharusan.
Kualitas demokrasi tidak hanya bergantung pada jumlah pemilih yang datang ke TPS, tetapi juga pada kemampuan institusi seperti KPU dalam merangkul dan mendidik masyarakat untuk berpartisipasi secara bermakna. Dengan demikian, langkah perbaikan tidak hanya mendukung legitimasi Pilkada, tetapi juga memperkuat fondasi demokrasi yang sehat dan berkelanjutan di DKI Jakarta.