Connect with us

10 Tahun CMORE Jangan Menguap Tanpa Nilai

Opini

10 Tahun CMORE Jangan Menguap Tanpa Nilai

Oleh: Abdul Barri Assyarif, SE (Ketua Karang Taruna Kelurahan Muncul)

Kota Tangsel 26 November nanti menapaki usia yang ke-10. Kota muda nan-gemilang. Seksi, meski belum banyak bersolek. Ibarat tokoh Minem dalam karya ‘Anak Semua Bangsa’ Pramoedya Ananta Toer. Kota Tangsel terlihat genit, memikat hati siapa saja yang ingin berpadu-padan. Dengan modal kemolekan rupanya, wajarlah jika banyak yang berkeinginan untuk memilikinya. Ya, layaknya seorang kolonial Eropa yang tak tahan ingin menjadikan Minem sebagai gundiknya (mainan/simpanan/peliharaan, Red). Berkuasa penuh atas Minem.

Tapi, Kota Tangsel jauh berbeda dengan Minem wanita genit dengan bodi aduhai padat sintal dalam konteks penguasaannya. Tangsel, milik kita bersama, lintas generasi. Milik siapapun yang bangga, dan gegap gempita akan gagasan luhur otonomi daerah.

Generasi Tangsel ke depan harus siap turut andil menguasai Tangsel dalam arti positif. Generasi yang mesti memiliki kompetensi di berbagai bidangnya. Kompetensi yang kemudian sebagai prasyarat untuk turut berkontribusi membangun Tangsel. Bahkan generasi Tangsel harus suci. Suci macam Dewi Kumari. Sekadar informasi, Dewi Kumari dalam tradisi kepercayaan bangsa Nepal merupakan sosok gadis belia yang predikat kesuciannya selesai saat ‘datang bulan’. Suci dalam mengabdikan diri tanpa terjangkit wabah glamor metropolitan dan dersungguh diri menyiapkan kompetensi menjawab tantangan di masa mendatang.

Kader muda Tangsel harus terproteksi dari fragmentasi sosial metropolis yang kontra-produktif. Salah satu upaya proteksi itu lewat pembentukan watak. Watak generasi Tangsel Cerdas Modern Religius.

Bertambahnya usia Tangsel Sudah barang tentu menambah eksistensi identitas tagline Cerdas, Modern, Religius. Ketiga kata itu sarat nilai. Maka seyogyanya harus dapat dijadikan panduan bagi kita semua. Konsensus nilai CMORE itu harus terlebih dulu ditafsirkan secara praktis. Jadi tidak abstrak. Kepraktisan nilai itu juga bisa jadi identitas budaya, watak atau karakter warga Tangsel. Nilai ini juga jadi terobosan konkret pada sektor pendidikan dan kebudayaan Tangsel. Nilai yang wajib terpatri dan diejawantahkan oleh seluruh komponen Tangsel. Maka sekali lagi CMORE harus ditafsirkan lebih praktis.

Di sisi lain, sering rasanya kita mendengar momen ulang tahun Tangsel, dianalogikan seperti pertumbuhan manusia. 10 tahun masih anak-anak. Padahal pengandaian anak dengan usia itu kompetensinya sangat terbatas.
Ketika perkembangan Tangsel disandingkan dengan pertumbuhan usia layaknya manusia, rasanya kurang relevan kalau tak boleh dibilang tidak relevan. Tapi Tangsel sebagai kota, meski kuantitas usianya baru 10 tahun justru banjir kompetensi. Meski belum terkonsolidasi dengan baik.

Akhirnya dari sudut Kampung Baru Asih Kelurahan Muncul, tulisan ini saya sudahi. Momentum satu dekade CMORE Kota Tangsel tak boleh menguap begitu saja tanpa nilai. Selamat ulang tahun. Bravo Kota Tangsel!.

To Top