Connect with us

Peringati Harkitnas FPLA Gelar Dialog Kebangsaan

Komunitas

Peringati Harkitnas FPLA Gelar Dialog Kebangsaan

Memperingati Hari Kebangitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei, Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA) Kota Tangsel bersama Anak Muda Katolik Gereja Santa Monika BSD mengelar dialog Kebangsaan Antar Umat Beragama bertajuk “Kebhinekaan bersatu, bersama, membangun Indonesia”. Kegiatan digelar di Aula Kantor Kemeneg, Serpong, Tangsel.

Kepala Kemenag Kota Tangsel Abdul Rojak hadir sebagai narasumber membawakan tema bertajuk “Tantangan dan Harapan Ideologi Pancasila”. Mengapa mengusung tema itu, sebut Rojak sejalan dengan kondisi kekinian masyarakat luas Indonesia mulai goyah dengan ideologi pancasila, padahal landasan negara sudah secara sah diakui namun banyak pihak mulai mengedor-ngedor dengan istilah ekstrem ideologi pancasila dirongrong.

“Tayangan Pancasila saat ini munculnya kelompok Islami bangkitnya agama-agama yang ingin menjadikan agama menjadikan konstitusi karena pengaruh dari Arab spring atau kebangkitan Arab sehingga menginspirasi banyak tokoh agama di Indonesia untuk berjuang menggatikan pancasila dengan nilai agama secara kaffah disemua tatanan kehidupan negara,” kata Rojak.

Ini perlu didasarkan pada sejarah masa lalu, bahwa konsensus pemilihan pancasila sebagai landasan negera dilatar belakangi Indonesia terdiri dari suku, budaya, bahasa dan agama, sehingga konsep ini diterapkan. Jika agama menjadikan landasan agama, tentu kemajemukan antar agama tidak akan tumbuh dan hidup berdampingan sementara di tepi lain perbedaan adalah rahmat di alam semensta ini.

“Agama buka hanya soal ritual tapi masuk pada konsep negara. Harapan tetap optimis bahwa Pancasila eksis bertahan karena kerukunan di Indonesia sangat kuat hal itu terjadi saat sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Upaya lain mendirikan negara Islam misalnya pernah terjadi dulu namun tidak berhasil. Ini menjadi pelajaran berarti bagi masyarakat dan perlu mempelajari sejarah,” pungkasnya.

Yang menjadikan dasar mengapa tatan kehidupan di Indonesia itu cukup kuat, bukan persoalan agama dan ritus spiritualitas masing-masing individu sesuai ajaran agama tapi lebih dari itu memandang persaudaraan sesama manusia juga penting. Konsep tolong menolong menjadi acuan utama, dalam kehidupan berbansa dan beragama.

“Persaudaraan buka soal agama semata tapi soal kemanusiaan, tata sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan banyak hal yang bisa menjadi perekat. Untuk itu mari saling menghormati,” tambah ia.

Dialog dihadiri sedikitnya 200 orang terdiri dari berbagai perwakilan pemuda agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Dalam acara itu turut menampilkan beragama lagu-lagu regili seperti marawis dan tarian-tarian budaya lain.

Sementa itu, Rektor Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Sapardi menyampaikan, khasana budaya menjadi kekayaan yang tidak pernah habis untuk Indonesia, jumlahnya cukup banyak tersebar di seluruh Sabang sampai Mereuke. Nilai-nilai kearifan lokal ini yang menjadi perekat antar satu daerah dengan daerah lain. ini fakta yang nyata dan dapat dirasakan hingga kini.

“Kearifan lokal banyak di Indonesia yang bisa menjadi penguat nasionalisme kita bersama. Setiap daerah memiliki kearifan lokal yang mampu memupuk kerukunan. Itulah kekayaan lokal yang ada untuk itu mari kita jaga dan rawat serta cintai sebagai bagian dari keberpihakan dalam menjaga kebersamaan di bumi pertiwi ini,” ucapnya.

Sedangkan perwakilan dari Gereja Gereja Katolik Santa Monika BSD, Romo Agustinus mengajak kepada masyarakat untuk menjadi orang Indonesia seratus persen. tidak setengah-setengah dalam pengertian mencintai kekayaan alam, kemajemukan, kebersamaan, kesopanan dan saling tengang rasa sesma tetangga dan orang lain. (rls/mdr)

To Top