COBLOS
Perempuan Dan Politik Di Tangsel
18.143.23.153- Meskipun Saat ini jumlah perempuan di DPRD Kota Tangerang Selatan periode 2014-2019 dipastikan akan bertambah, tetapi masih banyak masyarakat yang belum bisa menerima perempuan terjun ke ranah politik.
Hal ini terungkap pada acara Diskusi Publik di aula lantai 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Acara yang bertajuk ‘Tantangan Dan Prospek Perempuan Dalam Merawat Toleransi, Anti Kekerasan Dan Perdamaian Dunia’, digelar oleh Sinergi Muda Lintas Generasi (SIMULTAN) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional (HIMAHI) UIN Syarif Hidayatullah.
Para pembicara tak hanya menyampaikan mengenai kekerasan terhadap perempuan. Namun, peran perempuan dalam kancah  politik pun ikut dikupas. Menurut aktivis perempuan, Fahira Fahmi Idris, gerakan feminisme di Indonesia berhasil mengangkat kedudukan perempuan di kancah politik secara legal. “Buktinya, kini dalam UU Partai Politik dan UU Pemilu, sekurang-kurangnya harus ada keterlibatan perempuan minimal 30% dalam mengisi alokasi kursi legislatif,†jelas anggota Dewan Perwaklan Daerah (DPD) ini, Jumat (25/4).
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum bisa menerima perempuan terjun ke ranah politik dan kelak menjadi pemimpin masyarakat di masa depan. “Bagi saya, keterlibatan perempuan dalam kehidupan politik bukan semata pada ukuran kuota keterwakilan, tetapi yang lebih penting adalah kualitasnya yang dapat mentransformasikan spirit feminisme ke dalam kebijakan regulasi yang pro rakyat,†tegas alumi Universitas Indonesia (UI) ini.
Senafas dengan Fahira, Pakar Feminisme Indonesia, Husein Muhammad menyampaikan, hak-hak politik kaum perempuan telah termaktub dalam Al-Qur’an, salah satunya At-Taubah ayat 7. Ayat tersebut dapat dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban melakukan kerja sama antara lelaki dan perempuan untuk berbagai bidang kehidupan. Salah satu bidang kehidupan tersebut bisa berupa pekerjaan politik.
Direktur Institut Fahmina ini melanjutkan, kepemimpinan seharusnya tidak ditentukan oleh jenis kelamin, namun ditentukan oleh kualitas pemimpin tersebut. “Jangan memandang perempuan sebagai makhluk kelas dua, karena mereka sesungguhnya makhluk yang dimuliakan oleh Tuhan,†tutupnya. (source:lpminstitut.com)