Connect with us

Parlemen Harus Menjadi Kekuatan Pembanding

TokohKita

Parlemen Harus Menjadi Kekuatan Pembanding

taufik_gerindra_tangsel

“Bahwa manusia itu memiliki naluri untuk hidup bersama dengan orang lain secara harmonis. Setiap manusia mempunyai kebutuhan fisik dan mental yang tidak bisa dipenuhi sendirian. Untuk mencapainya, maka manusia bekerjasama dan bekerja untuk mencapai nilai-nilai”

Sesuai dengan Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Di dalam UU tersebut juga dijelaskan tentang tugas dan wewenang DPRD.

Dalam konteks kekinian, peran DPRD seharusnya mampu menjadi kekuatan pembanding dalam setiap kebijakan yang akan diputuskan oleh pihak eksekutif dalam hal ini pemerintah daerah (pemda). Meski dalam konteks perpolitikan di Indonesia, tetap mengakomodir semua kepentingan sulit rasanya dilakukan.

Otonomi daerah yang memberikan seluas-luasnya kewenangan daerah, seharusnya membuat peran DPRD semakin kuat dalam mengimbangi kekuatan politik pemda. Karena, dengan otonomi daerah itu, ikut andil mendekatkan lembaga DPRD berhadapan langsung dengan kekuasaan.

Minimal para anggota legislatif, bisa mengawal proses demokrasi yang sebenarnya. Yakni proses mengalihkan kekuasaan sampai ke tingkat publik/masyarakat. Bukan demokrasi yang hanya terhenti di tingkat pemda. Otonomi daerah bukan bagaimana menciptakan dominasi, tetapi demokrasi.

Dalam hal inilah, maka masyarakat/publik dalam proses perjalanan pemerintahan daerah, harus mendapakan posisi sebagai pelaku pasar. Jika DPRD dan pemda menilai bahwa masyarakat sebagai pelaku pasar, maka diyakini pemerintahan daerah akan tegas. Ketegasan yang dilakukan DPRD bisa dipraktikkan lewat pengawasan kebijakan tadi, sebagai kekuatan pembanding pemda demi kepentingan masyarakat/publik.

Kenapa demikian? Ketika lembaga penyelenggara pemerintah mampu memainkan pasar, maka masyarakat/publik berhak memperjuangkan hak-haknya. Anggota dewan dalam proses terpilihnya melalui proses pemilu, dimana masyarakat/publik memilih, ini artinya membayar komoditi politik yang belum ada dan dijanjikan. Ada janji ada kepercayaan dan pengharapan masyarakat/publik sebagai pemilih. Komoditi politik inilah yang harus ditepati oleh para anggota dewan. “Kepentingan masyarakat/publik bersifat hakiki.”

Dengan konsep masyarakat/publik yang ditempatkan sebagai pelaku pasar, maka anggota dewan posisinya sebagai pihak penjanji yang bertarung dan bertaruh. Sementara masyarakat/publik, sebagai bandar (stakeholder). Jadi harus kita sadari bersama, bahwa fungsi-fungsi yang melekat di lembaga DPRD dan pemda, jangan semata-mata dianggap sebagai kekuasaan absolut.

Sekadar untuk direnungi: “Bahwa manusia itu memiliki naluri untuk hidup bersama dengan orang lain secara harmonis. Setiap manusia mempunyai kebutuhan fisik dan mental yang tidak bisa dipenuhi sendirian. Untuk mencapainya, maka manusia bekerjasama dan bekerja untuk mencapai nilai-nilai (value). Untuk memenuhi kebutuhan, keperluan maupun kepentingannya, manusia berinteraksi dan mengadakan hubungan/interaksi dengan orang lain dengan jalan mengorganisir berbagai kelompok dan asosiasi.” (*)

Oleh: Taufik Moch. Amin, Tokoh Pemuda, Ketua Forum Masyarakat Serpong Peduli (Formasi)

Continue Reading
Advertisement
You may also like...
To Top