Info Tangsel
Jangan Sampai BPSK Provinsi Banten Tenggelam Dalam Keringat Sendiri
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dibentuk berdasarkan UU no.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan Turunan Keppres nomor38 tahun 2012 tentang Pembentukan BPSK pada Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Grobogan, Kota Probolinggo dan Kota Tangerang Selatan serta Keputusan Menteri Perdagangan RI nomor 622/V-DAG/KEP/3/2014 tentang Pengangkatan Anggota BPSK pada Pemerintah Kota Tangsel.
Dalam keputusan Menteri Perdagangan dimana pada salah satu poinnya di Keppres itu yang berbunyi biaya operasional dibebankan kepada APBD Kota Tangsel untuk membiayai BPSK Tangsel baik, Sekrerariat dan Hakim ‘Ad Hock’ BPSK.
Namun, sejak diberlakukannya Undang Undang (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN) nomor 32 tahun 2016, BPSK Kota Tangsel dipaksa mengikuti aturan tersebut, di mana biaya operasional, honor majelis, dan lain lain menjadi beban Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.
Padahal, menurut Wakil Ketua BPSK Tangsel Junaidi, seharusnya BPSK mengacu kepada UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang tidak berkaitan langsung dengan UU ASN no.32 tersebut, di mana 2/3 (dua per tiga) majelis ‘ad hock’ BPSK terdiri dari profesional dibidangnya.
Tarik menarik pada kondisi perundang-undangan tersebut mengakibatkan hampir lumpuhnya BPSK Tangsel karena unsur majelis yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) terlihat ‘ogah-ogahan’ (enggan melaksanakan tugasnya-red) menjalankan fungsinya sebagai Hakim di BPSK.
Ditambahkan Junaidi, dampak lain dengan adanya peralihan peraturan itu adalah dibekukannya BPSK di Kabupaten Tangerang. Tetapi yang mengejutkan, majelis persidangan dari unsur swasta masih menerima pengaduan dan menjalankan persidangan sesuai jadwal yg sudah ditentukan
“Kondisi BPSK di Banten Jangan sampai tenggelam dengan keringat sendiri, walaupun kami bekerja dengan ikhlas,” ujar Junaidi menggunakan istilah untuk menyampaikan kegelisahan teman-teman yang ada di BPSK Tangsel.
Terkait dengan dinamika yang terjadi akibat tidak sinkronnya payung hukum atas hal-hal yang melandasi eksistensi BPSK, Junaidi mengungkapkan bahwa pihak BPSK Tangsel telah melayangkan surat ke Gubernur Banten dan DPRD Provinsi Banten.
Namun, menurutnya, hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban dari para pihak terkait. Bahkan, ketika wartawan mencoba melakukan konfirmasi dengan Ketua DPRD Provinsi Banten Asep Rahmatullah melalui WhastApp (WA) belum memberikan penjelasannya.
“Kami sudah berkirim surat sejak awal tahun meminta hak kami utk dibayarkan kepada Pemprov Banten baik melalui, Gubernur, Kadis Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag) Banten dan DPRD provinsi Banten, tapi sampai sekarang masih tidak jelas kapan honorer kami dibayarkan” kata Junaidi selaku Wakil Ketua BPSK Tangsel.
Melihat kondisi yang sudah hampir delapan bulan berjalan, sepertinya Pemerintah Provinsi Banten memang tidak peduli dengan kondisi konsumen yang sering mengalami hal hal yang merugikan atas prilaku dari oknum pelaku usaha yang berniat tidak baik dalam menjalankan usahanya.(Har)