Connect with us

KPH Banten Siap Tinjau Aset Lahan BUMN Yang Hilang

Ilustrasi

BANTEN OKE

KPH Banten Siap Tinjau Aset Lahan BUMN Yang Hilang

Administratur Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten Nurrohman mengatakan, bahwa pihaknya akan melakukan peninjauan lapangan terkait dugaan adanya aset lahan milik BUMN yang hilang oleh pengembang dan oknum spekulan tanah di wilayah utara, Kabupaten Tangerang.

“Saat ini kami tengah menginventarisir aset perhutani yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, karena menurut petugas terdapat beberapa aset tersebut tengah bersengketa dengan pihak tertentu, untuk itu dalam waktu dekat ini kita akan melakukan peninjauan ke lapangan untuk memastikan,” kata Nurohman kepada wartawan, Senin (2/8/2021).

Sebelumnya, tambah Nurrohman, KPH Banten sudah sempat dimediasi oleh Kanwil BPN Banten, dengan pengembang property raksasa tersebut terkait persoalan ini dan disepakati untuk dilakukan upaya penyelesaian, apakah akan ada pengembalian atau ruislag oleh pengembang atau oleh oknum pribadi yang saat ini menguasai lahan yang awalnya kawasan hutan mangrove.

“Sesuai aturan, ada beberapa cara untuk bisa memiliki atau mengelola lahan milik negara, apakah itu dengan ruislag (diganti dengan lahan di wilayah lain dengan nilai yang sama) atau dengan pola kerjasama, misalnya dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai ruang terbuka hijau, tapi semuanya ada mekanisme dan hal ini tentunya akan ada kajian lebih lanjut,” jelas Nurrohman.

Terkait dengan luas tanah yang saat ini dikuasai pihak lain, Perhutani dan Adminstratur Perum Perhutani KPH Banten sedang melakukan pendataan bidang lahan yang ada di wilayah utara Kabupaten Tangerang tersebut.

“Dugaan kami ada indikasi tumpang tindih kepemilikan, namun untuk memastikan akan dicek lapangan,” imbuhnya.

Lebih jauh, Nurrohman menjelaskan lahan Perhutani yang berada di wilayah pesisir Tangerang Utara adalah hutan mangrove yang bisa mengurangi deburan ombak yang bisa mengakibatkan abrasi.

“Masyarakat atau pihak swasta bisa saja mengelola hutan lindung tersebut dan bisa dijadikan sebagai sarana rekreasi maupun sarana lainnya,” cetusnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif, Kajian Politik Nasional Miftahul Adib menyatakan, selain dugaan dikuasai oleh AG (perorangan), lahan milik Perum Perhutani ternyata “dikuasai” oleh perusahaan pengembang PT KM, hal ini terlihat dari adanya satu Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. B 277 an. PT KM yang terletak di Desa Salembaran Jaya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, lahan yang dulunya sebagai daerah resapan air laut dan merupakan kawasan hutan mangrove. Oleh PT KM segera disulap menjadi kawasan pemukiman elite. Namun belum diketahui SHGB milik PT KM ini dasarnya apa, apakah melakukan jual beli dengan masyarakat, atau melalui proses ruislag dengan Perum Perhutani.

” Namun secara letak, lahan milik PT KM ini satu hamparan dengan lahan milik AG yang terdiri dari 10 sertifikat hak milik (SHM) dan satu nomor induk bidang (NIB),” imbuh Miftahul Adib.

Jika memang terbukti ada penyerobotan dan penguasaan lahan negara oleh pribadi maupun pihak swasta secara tidak sah. Maka, berbagai bentuk kepemilikan baik itu SHGB maupun SHM yang dikeluarkan oleh BPN berarti ilegal.

“Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria, dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara dan pemberian hak atas tanah negara dan hak pengelolaan, ada beberapa aturan yang harus ditempuh, jika pihak perorangan atau badan hukum (swasta) mau memiliki lahan negara, diantaranya harus ada bukti pelunasan (pembayaran) atau ruislag, ke lahan dengan ketentuan harga yang sebanding atau luas yang lebih besar,” ungkap Adib.

Adib mengatakan, pihak pribadi atau swasta juga harus membayar pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagai syarat untuk memiliki tanah negara, ditambah dengan berbagai persyaratan lainnya, misalnya kajian peruntukan kawasan.

“Jadi gak bisa sembarangan dikuasai, apalagi dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga tanah tersebut beralih kepemilikan, dan kemudian dilegalisasi oleh BPN dengan menerbitkan SHGB maupun SHM,” ucap Adib.

Menurut Adib, dalam kasus lahan Perum Perhutani di wilayah utara Kabupaten Tangerang ini memang sangat komplek dan rumit, karena diduga banyak keterlibatan berbagai pihak, mulai dari aparat ditingkat bawah, seperti Kepala Desa, Dinas pengelola pajak dalam hal ini Bapenda, BPN, dan tentunya Perum Perhutani itu sendiri.

“Gak mungkin seseorang atau pihak swasta bisa memiliki SHM dan SHGB kalau tidak ada keterlibatan aparat dibawah yang berwenang dalam pembuatannya, dari mulai Desa hingga BPN, disinilah sindikat mafia tanah bermain,” tegas mantan aktifis 98 ini.

KPN sudah melakukan investigasi, advokasi dan melakukan pengumpulan data-data terkait dugaan penguasaan lahan milik masyarakat biasa dan milik negara yang tidak sah, yang terjadi di wilayah utara Kabupaten Tangerang,

” Ada 4 kecamatan yang hampir hilang kawasannya yaitu Kecamatan Kosambi, Kecamatan Teluk Naga, Kecamatan Pakuhaji dan Kecamatan Sepatan, yang terdiri dari beberapa puluh desa,” tandas Miftahul Adib. (Red/SD).

To Top