Info Tangsel
Pilkada Tangsel 2020, Adib Miftahul : Jual Isu Primordial di Tangsel Sudah Tak Laku
TANGSEL – Kontestasi pemilihan Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020 mendatang, makin tidak jelas arah konsep bagaimana mencari simpati dan dukungan masyarakat. Kurang 40 hari menuju pencoblosan dan dalam beberapa hari terakhir, pesta demokrasi ini hanya diisi oleh subjektifitas tanpa bagaimana membuat gagasan kemajuan untuk arah Tangsel dimasa mendatang.
Hal itu diungkapkan Direktur Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul. Dia mengatakan, merasa kasihan melihat masyarakat harus mendapat narasi subjektifitas dari kalangan tertentu yang hanya membranding calonnya seolah lebih baik dan menyerang lawannya tanpa ide segar dan gagasan yang berarti. Bahkan yang menyedihkan, para timses paslon dengan vulgar tak bisa membedakan negative campaign dan black campaign.
“Kita melihat banyak narasi pesan jelas dan vulgar tak bisa membedakan negative campaign dan black campaign dari timses dan relawan yang saat ini bergabung atau terafiliasi dengan pasangan calon. Hal itu dilakukan karena tidak mampu membranding calonnya untuk bisa membuat gagasan baru dan lebih maksimal dibanding kondisi keadaan Tangsel yang sedang berlangsung saat ini,” terang Adib saat berdiskusi dengan wartawan, di sekretariat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Cabang Tangsel, di kawasan Graha Raya Bintaro, Pondok Aren, Rabu (21/10/2020).
Adib juga mengakui, sangat ironis dan berbanding terbalik dengan argumentasi yang menyatakan Tangsel tidak hanya sebagai wilayah penyangga ibu kota dan kota satelit, namun masyarakat diperlihatkan argumentasi narasi subjektif semata demi menyerang calon lainnya.
“Tangsel itu membutuhkan teknologi digitalisasi yang lebih hebat dan terintegrasi menyeluruh, baik di lingkungan rumah tangga hingga teknologi manajerial pemerintahan yang lebih mempuni, bukan menyerang personaliti pribadi yang tidak berbanding lurus dengan arah pembangunan mendatang,” papar dosen politik dari Unis Tangerang ini.
Lanjutnya, yang paling ironis adalah masih ditemukan bagaimana jualan casing identitas ditengah masyarakat yang heterogen dan multiculture seperti Tangsel ini.
“Ketika identitas kembali digaungkan seolah kembali seperti membuka tabir sisa pilkada DKI Jakarta, dimana kerudung dan budaya primordial digaungkan, padahal ini sesuatu yang sangat riskan ditataran masyarakat”, paparnya.
Sebagai akademisi, Adib berharap, para timses serta organisasi kemasyarakatan yang terafiliasi dengan calon, supaya lebih cerdas dalam membuka wawasan dan edukasi berpolitik dan berkomunikasi dalam membangun branding calonnya.
“Dagangan pembangunan, inovasi, ide, gagasan lebih enak dinikmati masyarakat dan laku, dibanding menghidupkan politik identitas dan primordial semata. Maka jauhkanlah topeng-topeng politik semacam ini, karena hal ini hanya akan menjadi sampah rongsokan di Kota Satelit seperti Tangsel”, pungkasnya. (***)