Suherman, korban reruntuhan penyangga turap dalam proyek dinas Sumber Daya Air Kota Tangerang Selatan yang di kerjakan oleh PT Cahaya Kintamanik di Villa Bintaro Regency bersama 5 rekannya mewariskan kepedihan berkepanjangan.
Suherman di ketahui meninggalkan seorang istri dan enam (6) orang anak yang masih membutuhkan nafkah secara berkesinambungan untuk bertahan hidup dan biaya pendidikan.
Pasca kejadian musibah yang menimpa Suherman pada jumat (6/10/2023) lalu masih menyimpan tanda tanya publik. Pasalnya, hingga saat ini polsek Pondok Aren belum dapat merilis pihak yang bertanggung jawab atas musibah tersebut.
Dalam penelusuran wartawan, di ketahui, perusahaan yang mempekerjakan Suherman tidak mendaftarkan karyawannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Karena, pihak ahli warisnya belum mengetahui apapun terkait jaminan sosial.
Al hasil, keluarganya tidak mendapatkan apapun dari peninggalan Suherman. Padahal, hidupnya berada di bawah garis kemiskinan di wilayah Kampung Babakan Baru, Desa Pasir Panjang, kecamatan Ciracap, kabupaten Sukabumi.
Menurut keterangan istri Almarhum, sejak suaminya ijin bekerja di Tangsel, ia tak pernah mengetahui perihal BPJS Ketenagakerjaan yang seharusnya di miliki.
“Ngga ada BPJS,” ungkapnya yang terlihat agak kesulitan berbahasa Indonesia. Di rumahnya, berukuran sekira 30 meter dengan bahan seadanya.
Makam suaminya yang tepat berada di belakang rumahnya seolah menjadi dorongan spiritual agar tetap kuat dan bertahan hidup dalam kondisi keterbatasan ekonomi yang di alaminya.
Azis, ketua Rt : 07, Rw : 06 Kampung Babakan Baru, Pasir Panjang, Ciracap, Kabupaten Sukabumi menjelaskan, saat ini keluarga almarhum hidup dalam tanggungan keluarganya.
“Ya sama-sama kita dengar penjelasan istri almarhum bahwa dia (Suherman) tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan. Sampai saat ini, untuk makan istri dan anak anaknya masih di bantu keluarganya,” ucap Azis yang menerjemahkan maksud pihak keluarga beberapa waktu lalu
Sementara itu pihak BPJS Ketenagakerjaan Kota Tangsel saat di mintai keterangan menjelaskan, bahwa pihaknya hanya menjalankan fungsi undang-undang nomor 24 tahun 2011 dalam pasal 55 tentang jaminan sosial.
“Apabila perusahaan melanggar pasal 19 atau pasal 21, itu sanksinya denda 8 milliar atau kurungan 1 tahun. Kemudian kita liat lagi isi pasal 19 itu apa sih? Badan pemberi kerja wajib untuk memotong dan juga menyetorkan iuran ke BPJS Ketenagakerjaan, ini berlaku pada perusahaan yang menunggak,” ucap pengawas permasalahan BPJS Ketenagakerjaan Tangsel yang enggan di sebutkan namanya.
Ia juga memaparkan, berbeda permasalahan ketika perusahaan yang telah memotong kemudian perusahaan tersebut tidak menyetorkan iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut masuk dalam ranah pidana.
“Kalo demikian jadi ranah pidana, itu masuknya ke penggelapan. Dan bilamana tidak mendaftarkan adanya di PP 86 tahun 2013. Itu sanksinya administrasi hingga pembekuan ijin,” jelasnya (19/12/2023)
Namun saat ditanya perihal adanya korban tewas saat melakukan pekerjaan dan karyawan tersebut tidak di daftarkan, ia menerangkan, pemberi kerja tersebut wajib untuk memberikan santunan yang sama dengan BPJS Ketenagakerjaan berikan.
Namun bilamana pihak perusahaan tidak memenuhi amanah tersebut, maka hal tersebut menjadi urusan dinas Ketenagakerjaan.(Adt)