BANTEN OKE
Bahan Material Proyek Kawasan Kumuh Pamulang Menumpuk, Disperkimta Tangsel di Anggap Minim Kajian
Proyek pembangunan paving block kawasan kumuh di RT :12 RW : 11, Kedaung Pamulang, Tangerang Selatan (Tangsel), dikeluhkan warga. Pasalnya tumpukan material dinilai mengganggu pelaku wiraniaga maupun warga yang hendak beribadah di Musholla Al-Hasanah, Rabu (23/8/2023).
Dalam pantauan wartawan di lokasi, sejumlah material proyek seperti pasir, batu, konblock, dan kanstin, dibiarkan menumpuk di halaman parkir beberapa kios dan musholla.
Budi (53) salah satu pemilik usaha disana, mengatakan akibat tumpukan material yang sudah berhari-hari di halaman parkir warungnya, menjadi sepi pengunjung.
“Ngga tau sudah berhari-hari kenapa material ini ngga dipindah-pindahin, karena warung saya jadi sepi hingga pendapatan turun sampai 50% tiap hari, siapa yang mau begini terus,” ungkapnya.
Sementara, Taufik Abdul Ghofar, salah satu tokoh pemuda Pamulang juga memberikan beberapa hal yang menjadi catatan terkait proyek pembangunan dari Dinas Perkimta Tangsel itu.
Ia sangat mendukung tentang program penataan wilayah-wilayah yang memang dikategorikan kumuh, tetapi ia melihat dalam hal teknis pelaksanaan ternyata banyak yang bergesekan, yang menyangkut tentang tata kelola lingkungan pekerjaan yang menurutnya kurang profesional.
“Dalam hal masalah teknis, untuk barang-barang yang memang disediakan, kita tahu bahwa di Kedaung ini kan memang wilayah yang padat penduduk, sehingga akses untuk menuju ke lokasi ataupun juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan memang sangat terbatas dalam kategori sempit,” terang Topik
Sehingga, kata dia, memang dibutuhkan satu sinergisitas antara kontraktor yang memang mempunyai pekerjaan tersebut dengan wilayah yang akan dikerjakan.
“Saya melihat ini kurang bagus ya, karena satu dalam hal pengerjaan paving block ini, pertama dalam hal masalah penurunan barangnya ini banyak dikomplain oleh warga dan itu disampaikan langsung kepada saya dan saya memang langsung terjun ke lapangan untuk meninjau sejauh mana pekerjaan itu yang menjadi keberatan masyarakat,” imbuhnya.
Bahkan dari hari pertama pekerjaan hingga kini lebih dari 10 hari, ternyata tidak digeser ke lokasi yang menjadi tujuan, sehingga bahan material di nilai mengganggu aktivitas orang berniaga.
“Beberapa warga sudah menegur para pekerja agar supaya barang-barang itu didorong dulu ke lokasi proyek agar tidak mengganggu aktivitas berniaga masyarakat lainnya,” ucapnya.
Di tambahkannya, hari ke-2 pekerjaan, di lokasi tersebut warga sempat menegur para pekerja. Lantaran di lokasi yang sama sudah ada konblock yang pertama dengan kondisi masih bagus.
“Dan itu tadinya mau ditutup atau diuruk, makanya kami protes. Kami minta agar supaya konblok itu diangkat dulu, setelah diangkat, nanti bisa dimanfaatkan di wilayah yang lain karena kita tahu ini kan duitnya duit apbd, duit masyarakat, duit rakyat gitu kan, jangan sampai barang yang masih memang sangat layak untuk dipergunakan ternyata dihambur- hamburkan sehingga ditiban lagi, ditumpuk lagi,” keluhnya.
Berbeda pada hari yang ke-3, dalam hal masalah teknis pekerjaan warga mengkritisi teknis pengerjaan yang di anggap serampangan. Imbasnya, lokasi proyek kian kumuh tak tertata. Menurut dia, lebih tepat pengerjaan secara berurutan agar terukur dan terarah.
“Ini kalau kita nanti lihat di belakang ada pekerjaan paving block yang sudah dilakukan di atas saluran air yang memang menggunakan uditch, nah sementara fungsi dari udicth itu kan untuk saluran-saluran air yang memang dari rumah-rumah warga agar supaya bisa tersalurkan ke kali yang yang ada di sekitar sini, hanya saja sebelum warga memasukkan saluran-saluran air dari pembuangan dari kamar mandi dan sebagainya ke uditch tersebut, ini udah ditutup duluan, nah saya berharap agar supaya wilayah yang memang sempit kemudian sudah dikerjakan dalam pekerjaan saluran air dalam bentuk uditch itu, jangan dilakukan pemasangan paving block, karena ini kembali lagi jadi apa saluran air dalam bentuk uditch ini sehingga menjadi tidak ada fungsi, karena memang tidak dipergunakan oleh warga,” ungkapnya.
Tak sampai disana, keberanian warga mengkritisi konsep tentang penataan wilayah mengerucut kepada hal yang perlu kajian. Kinerja dari Dinas Perkimta terkait kajiannya, di anggap tidak singkron dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
“Sebetulnya kan penanganan masalah banjir. Harusnya, yang dilakukan adalah normalisasi kali, agar supaya, kalau ada umpamanya pengerukan, sehingga ketika ada air besar, ketika hujan itu bisa langsung surut, bukan pemasangan paving block, sebetulnya tidak menyelesaikan persoalan,” bebernya lagi.
Lebih lanjut, dirinya sangat antusias dalam mengawal setiap pembangunan yang ada d Tangerang Selatan, dengan catatan, harus berdasarkan pada kajian yang komprehensif, agar pembangunan tepat sasaran.
“Jadi harapan saya yang terakhir adalah, bagaimana melakukan kajian-kajian sebelum melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh dinas terkait,” pungkasnya.(Adt)