Connect with us

Belajar dari Naskah; Sejarah, Dakwah, dan Kemajuan Islam Masa Lalu

INDONESIA OKE

Belajar dari Naskah; Sejarah, Dakwah, dan Kemajuan Islam Masa Lalu

Oleh : Anis Laeli Qodriyah

Salah satu naskah tua koleksi Laode Zeanu berasal dari Bau-bau Sulawesi Utara berisikan hadits-hadits Nabi. Barangkali konten hadits adalah hal lumrah, mengingat banyak juga karangan kitab hadits shoheh yang telah beredar sebelum, namun yang istimewa adalah meski pada masa tersebut, ulama telah menunjukkan budaya literasi yang sangat kuat. Dakwah Islam tidak hanya berisikan ceramah, namun juga tulis menulis serta budaya membaca yang telah diterapkan sejak dahulu kala.

Manuskrip atas koleksi La Ode Zeanu berisikan kompilasi hadits Nabi Muhammad dan doa doa amalan yang diajarkan Nabi kepada para pengikutnya. Naskah berdimensi 21×11 cm kira kira telah ada sejak abad ke 18-19 M. Deskripsi kontennya masih bisa dibaca dengan baik hingga saat ini, namun sayangnya ada beberapa naskah yang telah hilang, termasuk bagian cover atau judul, sehingga sampai saat ini author atau penulis naskah tersebut belum bisa ditemukan.

Dibalik kekurangan atau kelemahan manuskrip tersebut, keberadaan manuskrip adalah bukti budaya baca tulis para ulama sejak dulu sudah sangat kuat. Pada abad 18 atau 19 M masehi tentu sudah banyak kitab hadits, sebut saja Kitab Shohih Bukhari atau Shohih Muslim yang telah ada sejak abad ke 12an M. Namun perbedaan daerah dataran Arab dan Nusantara tentu berdampak budaya literasi. Oleh kareana itu jika membandingkan isi atau konten naskah, maka Ulama Nusantara terlihat biasa saja, sebaliknya, jika dilihat dari aspek budaya literasinya, maka Ulama Indonesia sangat istimewa. Kehadiran naskah atas koleksi Lao De Zenau di Bau-Bau adalah bukti kuatnya budaya literasi Ulama nusantara.

Bau-Bau sebagai lokasi ditemukannya Naskah koleksi Lao De tersebut merupakan salah satu tempat berdirinya kerajaan Islam di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya kerajaan Buton. Sejarah singkatnya, pada awalnya kerajaan Buton bukan kerajaan Islam, namun setelah masuknya Islam, kerajaan Buton berubah menjadi Kesultanan Islam. Keberadaan kerajaan Buton inilah yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuan, salah satunya kemajuan dalam bidang pendidikan Islam. Sebut saja Zawiyyah merupakan lembaga pendidikan agama pada masa kerajaan Buton. Keberadaan Zawiyyah ini meberikan sumbangsih pada budaya literasi keilmuan yang kuat. Selain itu, Kerajaan Buton juga dilengkapi fasilitas perpustakaan. Tak ayal, sistem pendidikan serta fasilitas inilah mencetak ulama-ulama yang berkompeten dalam bidang keislaman di wilayah Buton.

Jika dikaitkan dengan Islamisasi, kompetensi keilmuan merupakan salah satu hal yang harus dimiliki para pendakwah (mubaligh). Selain kompetensi, tindak tanduk atau perilaku juga menjadi indikator yang penting dalam islamisasi. Dalam istilah lain adalah metode dakwah yang dipilih merupakan cara paling efektif dalam islamisasi, adapun metode dakwah dengan kombinasi antara kompetensi keilmuan dan berperilaku baik adalah dakwah secara persuasive. Sebab salah satu ciri dakwah persuasive adalah kedalaman pengetahuan keislaman dan kehatianhatian menjadi ciri utamanya di tengah tengah masyarakat. Dengan kata lain, Ulama yang berdakwah adalah ulama yang benar-benar telah mumpuni belajar keislaman dengan serius. Keadaan ini tidak bisa dilakukan apabila sistem pendidikannya kurang mendukung. Artinya, dakwah persuasive, budaya literasi, fasilitas atau sistem pendidikan menjadi satu paket menghasilkan kesuksesan dalam Islamisasi di Nusantara.

Dari Naskah tersebut kita tidak hanya memahami isi yang terkandung di dalamnya, namun juga bisa memahami sisi lain seperti sejarah, kondisi sosial, sistem pendidikan serta kejayaan yang terjadi pada masa tersebut. Naskah tersebut juga memberikan pelajaran yang masih sangat relevan, yaitu bagaimana sistem pendidikan serta budaya literasi harus benar-benar kuat, sehingga calon mubaligh benar-benar diasah keilmuan keislamannya serta dibekali dengan fasilitas yang mumpuni, seperti lembaga pendidikan, perpustakaan. Sistem pendidikan inilah yang menjadi pendukung utama agar budaya literasi seperti baca tulis menjadi benar-benar kuat dan abadi.

To Top