Info Tangsel
Nunggak Uang Studytour, Lulusan Al Hidayah Ciputat Terpaksa Jadi Kuli Bangunan
Ciputat – Polemik penahanan ijazah siswa kembali mencuat setelah kasus di SMK Al-Hidayah ramai diperbincangkan. Sejumlah orang tua mengeluhkan kebijakan sekolah yang menahan ijazah lulusan dengan alasan tunggakan biaya pendidikan yang belum dilunasi.
Diketahui, Zulfikar salah seorang siswa lulusan Al Hidayah Ciputat angkatan 2025 kemarin terpaksa harus bekerja serabutan sebagai kuli bangunan lantaran ijazahnya ditahan pihak sekolah.
Saniah, orangtua Zulfikar berharap agar ijazah anaknya bisa segera diambil, sehingga sang anak dapat mencari pekerjaan dan memperbaiki nasib keluarga.
“Saya ingin anak saya bisa kerja, tapi ijazahnya masih ditahan karena tunggakan. Mudah-mudahan ada jalan keluar,” ujarnya lirih
Saat dikonfirmasi diruangan managemen sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMK Al Hidayah Ciputat, Siti Suryani, menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan bentuk pelanggaran, melainkan konsekuensi dari kewajiban siswa yang belum diselesaikan.
“Kalau menurut kami, semua sudah sesuai. Hak mereka sebagai siswa sudah diberikan, yaitu lulus 100 persen. Tetapi, masih ada kewajiban pembayaran yang belum dituntaskan. Jadi wajar kalau ijazah belum bisa diberikan,” jelas Siti kepada wartawan.(25/8/2025)
Siti juga menjelaskan, pihak sekolah tidak bermaksud menahan ijazah, tetapi juga tidak memberikan salinan (fotokopi) untuk mencegah agar kewajiban orangtua membayar tetap dilakukan.
Keputusan ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya ketika ada alumni yang menerima fotokopi ijazah namun tidak pernah mengambil dokumen aslinya.
“Dulu ada kasus di SMP, sudah diberi fotokopi, ternyata sampai sekarang ijazah aslinya tidak diambil karena tunggakan tidak dilunasi. Jadi kami belajar dari pengalaman itu. Makanya sekarang kebijakannya jelas, ijazah hanya bisa diberikan kalau kewajiban sudah diselesaikan,” ujar Siti.
Pihak Sekolah Berdalih Tak Ada Aturan yang Melarang Penahanan Ijazah?
Terkait dasar hukum, Siti mengaku tidak menemukan aturan teknis atau juknis yang secara eksplisit melarang sekolah menahan ijazah. Ia bahkan menyebut, meski ada edaran gubernur terkait sekolah gratis, kebijakan tersebut baru berlaku untuk angkatan tertentu dan tidak berlaku surut.
“Tidak ada juknis yang mengatur secara tegas bahwa sekolah dilarang menahan ijazah. Program sekolah gratis pun baru diberlakukan belakangan ini. Jadi tunggakan dari angkatan sebelumnya tetap harus diselesaikan,” tegasnya.
Faktor Bantuan Pemerintah
Menanggapi kritik soal siswa penerima Program Indonesia Pintar (PIP) atau Kartu Indonesia Pintar (KIP), Siti menyatakan dana bantuan tersebut tetap disalurkan langsung ke siswa.
Namun, fakta di lapangan, masih ada tunggakan biaya yang jauh lebih besar dari bantuan yang diterima. Termasuk untuk kegiatan studytour yang telah ditiadakan melalui surat edaran gubernur.
Namun kendati demikian, pihak sekolah tetap melaksanakan studytour yang semula akan melakukan perjalanan ke Jogjakarta tapi berbelok ke wilayah Bandung dengan nilai biaya mencapai Rp. 3,5 juta rupiah.
“Dana PIP misalnya Rp1,8 juta, tapi tunggakannya bisa Rp6 juta. Jadi tetap saja ada selisih yang harus dipenuhi siswa, dan biaya studytour include diambil dari PIP,” ungkapnya.
Pro-Kontra Penahanan Ijazah
Kasus ini menambah daftar panjang kontroversi penahanan ijazah di Indonesia.
Di satu sisi, sekolah merasa berhak menahan dokumen karena masih ada kewajiban administrasi.
Tercatat, jumlah siswa warga Tangsel yang belum memenuhi kewajibannya sebanyak 26 siswa dengan nominal kekurangan sekira Rp. 66 juta rupiah dari siswa yang berdomisili Tangsel. Sedangkan, pemegang kartu PIP disekolah naungan yayasan tersebut berjumlah 120-130 siswa.
Namun di sisi lain, publik menilai praktik ini merugikan masa depan siswa, karena ijazah adalah hak dasar yang seharusnya tidak boleh dihambat dengan alasan apapun.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten terkait sikap mereka terhadap kebijakan SMK Al Hidayah.(Adt)
