BANTEN OKE
Riuh Kerja Kejati Banten Endus Keterlibatan PT. EPP, Ini Kata Pengamat Kebijakan Publik
Kasus dugaan PT. Ella Pratama Perkasa (EPP) yang di nilai tidak berkompeten sebagai jasa pengelolaan sampah berhasil menyita perhatian publik dan di sinyalir memiliki potensi kerugian negara.
Kejati Banten mengungkapkan, dugaan korupsi tersebut terjadi pada jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah pada tahun anggaran 2024. Nilai kontrak anggarannya mencapai kisaran Rp75,9 miliar.
Riko Noviantoro, Peneliti kebijakan publik IDP-LP
(Institute for Development of Policy and Local Partnership) berpendapat, menurutnya pengungkapan tersebut tidak hanya peran Kejati Banten, ada peran Kejari Tangsel sebagai satu kesatuan.
“Jadi, terkait pengungkapan kasus korupsi memang diatur pendekatan kewilayahan. Hanya saja hal tersebut diberi makna sebagai satu kesatuan. Artinya, Kejati bisa saja menemukan kasus di daerah Kejari yang kemudian dikordinasikan untuk proses pengungkapan kasus. Hal ini tertuang pada Pasal 5 ayat (2) Peraturan Kejaksaan No.3/2024 tentang organisasi dan tata kerja,” kata Riko, saat di konfirmasi oleh wartawan melalui sambungan WhatsAppnya (7/2/2025)
Dikatakan Riko, menurutnya dalam hal pengungkapan keterlibatan kedinasan pengawas internal Inspektorat Tangsel di harapkan aktif membantu penyidikan yang di lakukan oleh Kejati Banten.
“Inspektorat ini adalah lembaga pengawas internal yang dikenal sebagai sistem pengawasan internal pemerintahan (SPIP) yang berfungsi pencegahan dan perbaikan. Dapat memberikan pendidikan yang sifatnya administrasi. Jika ada dugaan pidana maka diserahkan pada kejaksaan,” terangnya
Tidak hanya Kejari dan Inspektorat Tangsel. Riko juga berharap Ombudsman ikut serta dalam mengawal kasus tersebut hingga tuntas. Namun, lembaga tersebut masih di nilai pasif.
“Ombudsman itu kan merupakan lembaga pengawasan administrasi pelayanan publik. Berwenang melakukan upaya sesuai pelaporan publik. Ombudsman bersifat pasif. Semestinya, ia bisa saja bertindak selagi mengganggu kepentingan publik,” beber Riko
Masih menurut Riko, fungsi pengawasan tidak lengkap jika pemegang kebijakan atas nama rakyat atau DPRD Tangsel malah terkesan kecolongan.
“Terkait fungsi DPRD tentu sudah jelas. Jika Masalah ini disebut sebagai bukti. Maka, tidak ada kontrol dari dewan maka hal tersebut di anggap relevan,” tutupnya (Adt)