Opini
Menjadi Orang Tua Siaga di Era Tatanan Normal Baru (New Normal)
Oleh: Rr. Rini Kusumaningsih, S.S.
(Pengamat Budaya dan Mantan Wartawan)
Akhir-akhir ini kita mendengar istilah new normal atau tatanan normal baru di tengah pandemic Covid-19. Bahkan presiden sudah meminta jajarannya untuk melakukan sosialisasi secara besar-besaran kepada masyarakat.
New normal ini perlu dilakukan supaya masyarakat tetap bisa produktif namun aman dari Covid-19. Tentu saja program ini hanya boleh dilaksanakan di daerah tertentu yang basic reproduction number (RO) atau angka reproduksi kurang dari 1%. Artinya RO kurang dari 1% penularan virus akan berkurang terus diikuti pertumbuhan kasus yang melambat.
Mengingat Covid-19 ini tidak akan bisa hilang dari muka bumi, maka kita perlu menyesuaikan dengan keadaan sekarang ini seperti yang dianjurkan presiden. Tatanan normal baru inilah yang hendak diterapkan di Indonesia untuk menyikapi pandemic Covid-19.
Bila kita tengok kebelakang, sejak pertengahan Maret 2020 banyak sektor yang berkurang bahkan berhenti aktivitasnya karena pandemik ini. Mulai belajar dan bekerja dari rumah, transportasi masal dikurangi, perdagangan dibatasi, pariwisata ditutup, bahkan pabrik ada yang berhenti operasionalnya. Semua diharapkan berada di rumah. Ini dilakukan demi menekan laju perkembangan kasus Covid-19. Imbasnya menghantam sektor ekonomi, banyak pengangguran baru.
Hingga saat ini pergerakan kasus positif Covid-19 semakin merangkak naik, dan belum bisa dipastikan kapan pandemi ini akan berakhir. Kenaikan penderita positif Covid-19 beberapa hari terakhir per harinya rata-rata diatas 500 orang. Namun di beberapa daerah sudah ada yang bisa ditekan jumlah penderita positif, dan tidak ada penambahan kasus positif Covid-19. Nah didaerah seperti ini perlu ditata kehidupannya sehingga secara perlahan bisa berjalan normal kembali.
Dengan adanya tatanan normal baru diharapkan perekonomian juga merangkak naik dan bergairah. Beberapa daerah sudah merespon positif dan akan melaksanakan tatanan normal baru. Tentu saja untuk pelaksanaannya perlu memenuhi beberapa indikator sebagai persyaratan. Masyarakat juga harus siap untuk patuh dengan protokol kesehatan dalam melaksanakan tatanan normal baru.
Menurut Kompas.com Rabu (27/5/2020), Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat kabinet terbatas lewat video conference berkata,”Saya minta protokol beradaptasi dengan tatanan normal baru yang sudah disiapkan Kemenkes ini disosialisasikan secara masif kepada masyarakat.”
Adapun protokol kesehatan Covid-19 yang harus ditaati adalah
1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sesering mungkin
2. Hindari menyentuh wajah khususnya mata, hidung, dan mulut dalam kondisi tangan yang belum bersih
3. Menerapkan etika batuk dan bersin.
4. Gunakan masker
5. Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain dan tidak berkerumun.
6. Isolasi mandiri bagi yang merasa tidak sehat seperti memiliki gejala sakit yakni demam, batuk pilek, nyeri tenggorokan atau sesak napas.
7. Menjaga kesehatan dengan makan makanan bergizi, berjemur di pagi hari, dan olah raga ringan.
Protokol kesehatan tersebut bila dilaksanakan dengan benar, bisa menekan peningkatan kasus Covid-19. Namun bila masyarakat menyepelekan hal tersebut, maka kasus baru bisa melonjak tajam. Melihat dari keadaan saat ini, apakah sudah memungkinkan dilaksanakan tatanan normal baru. Sebagai contoh, menggunakan masker masih banyak yang enggan melakukannya. Kalau toh memakai masker, itupun tidak dipasang dengan benar. Masker hanya dikalungkan atau dipakai namun hanya menutupi mulut saja. Bahkan ada yang membuka maskernya ketika bicara. Jadi bawa masker hanya sebagai syarat supaya tidak ditangkap aparat yang bertugas. Dengan demikian masker itu tidak berfungsi sama sekali.
Untuk cuci tangan, di toko atau kantor bisa disediakan hand saniteser, lalu bagaimana dengan di sekolah yang siswanya cukup banyak atau pabrik yang banyak karyawannya. Tentu perlu disediakan sabun dan kran air yang banyak supaya bisa memenuhi kebutuhan cuci tangan. Tapi tidak semua sekolahan atau pabrik bisa menyediakan air yang mencukupi, karena ada daerah tertentu yang kesulitan air. Disamping itu ini juga perlu tambahan biaya cukup tinggi.
Kalau membawa cairan pembersih tangan sendiri, tidak semua mampu karena harganya lumayan mahal. Hal ini mungkin bisa diatasi dengan pembuatan cairan pencuci tangan sendiri yang ramah di kantong. Menghindari kerumunan atau menjaga jarak juga masih banyak dilanggar. Seperti kita lihat saat menjelang lebaran, masyarakat berhimpitan di mall dan pasar untuk belanja baju lebaran. Mereka mengabaikan jaga jarak demi mendapatkan baju lebaran. Tentang penularan penyakit tidak mereka hiraukan lagi. Para remaja juga masih banyak yang nongkrong hanya untuk ngobrol rame-rame. Yang lebih parah, ada yang mempunyai gejala sakit tidak mau isolasi mandiri. Mereka justru keluyuran ke pasar.
Hal-hal yang kelihatannya sepele seperti ini, bila tidak benar benar ditaati, tatanan normal baru bisa gagal. Ketakutan akan kegagalan menghantui pikiran orang tua menyongsong tahun ajaran baru. Banyak orang tua yang meragukan keamanan anaknya bila dimulai tahun ajaran baru. Apakah ada jaminan kesehatan anaknya terjaga? Bagaimana bila setelah masuk sekolah anaknya malah terpapar? Apakah perlu menunggu beberapa minggu setelah anak yang lain kondisinya aman di sekolah, anak baru diperbolehkan masuk? Seribu satu pertanyaan timbul di kepala orang tua.