Connect with us

Kartini, Pendidikan Kita Masih Buram

Info Tangsel

Kartini, Pendidikan Kita Masih Buram

Oleh : Irfan Ma’ruf (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Penggiat kajian Dialogia Mahaiswa)

Setiap tanggal 21 April, tanpa mengurangi rasa hormat kepada pahlawan perempuan lain, kita selalu memperingatan Hari Kartini. Salah satu pahlawan yang dianggap mempunyai sumbangsih besar dan dianggap melampaui pada masanya yang dituangakan melalui catatan-catatannya. Di tahun 2017 ini peringatan Kartini sudah mencapai tahun ke-138 tahun. Gagasannya tentang pentingnya pendidikan dan pengajaran masih tetap menjadi topik hangat dalam setiap individu bangsa ini khususnya para pendidik dan maupun peserta didik hari ini.

Pikiran Kartini tentang pentingnya pendidikan dan pengajaran bagi bangsnaya muncul karena kesaksian langsung tentang kesengsaraan yang melanda bangsanya. Keinginan kartini ingin mengenyahkan kebodohan yang terjadi bangsanya. Pengajaran dan pendidikan ialah satu-satunya jalan yang harus ditempuh untuk membebaskan kemiskinan dan kesengsaraan. Kartini menyaksikan betapa sulitnya mencari dokter yang mengetahui tentang cara yang benar melahirkan bayi hingga tidak sedikit penyakit bayi yang lahir meninggal saat dilahirkan.

Kini, Indonesia sudah merdeka, namun pendidikan kita masih, masih ada sisi-sisi gelap yang masih belum diterangkan. Sehingga nilai falsafah penddikan dan pengajaran Kartini tampaknya sangat penting untuk dicermati dan direnungkan oleh seluruh penduduk negeri saat ini. Pada era pendidikan kita yang masih carut-marut ini justru melahirkan ekses-ekses buruk baik bagi peserta didik maupun pendidik. Kritik-kritik terhadap dunia sekolah dan pendidikan terus diluncurkan, dewasa ini, seakan menenggelamkan pentingnya perhatian pada esensi pendidikan yang harus ditanamkan pada peserta didik.

Kekerasan, kebebasan yang tidak terkendali, hingga kerusakan moral melanda peserta didik dan pengajar dimana-mana. Bahkan semakin maju dan berkembangnya pendidikan perguruan tinggi, rupanya tidak berbanding lurus dengan kerusakan moral. Oleh perkara-perkara sepele dan remeh-remeh, antar pelajar saling tawuran, bahkan saling membunuh. Bocoranya kunci jawaban oleh pendidik saat ujian. Kekerasan pada organisasi perguruan tinggi yang berujung pada kematian, menjadi momok menakutkan. Tidak kalah penting yang samapai saat ini menjadi masalah makro, tidak sedikit lulusan pendidikan tinggi yang menyumbang dan memberikan kesengsaraan bagi rakyat karena tidak amanah atas tanggungjawab yang diemban atau yang dikenal dengan korupsi.

Begitulah setidaknya secuwil wajah pendidikan bangsa ini yang masih belum tercerahkan. Perlu adanya sebuah hal besar yang mendasar oleh setiap orang tua, lingkungan, individu peserta didik, pendidik hingga lembaga yang mempunyai kewenangan dalam membuat regulasi sistem pendidikan untuk melakukan revolusi pendidikan. Harus adanya perubahan yang besar dan mendasar dalam membentuk moral seluruh elemen yang terlibat dalam pendidikan.

Konsep pendidikan yang tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelektual saja, namun juga harus adanya perubahan dalam membentuk kecerdesan emosional. Sebab dengan kecerdasan emosional (budi pekerti) akan menjadi pembeda anatar kecerdasan manusia dengan hewan.

Continue Reading
Advertisement
You may also like...
To Top
Exit mobile version