Opini
Revitalisasi, Reaktualisasi HMI dan Kadernya
Kegelisahan memang menempel pada jiwa manusia dalam menghadapi kehidupannya. Begitupun dengan Lafran pane pria kelahiran Padang Sumatra Utara, yakni yang menjadi pelopor utama ide HMI, dimulai dari kisah heroiknya dalam menghadapi kegelisahan terhadap perkembangan zaman pada saat itu.
Kegelisahan tersebut karena melihat keadaan menurunnya pengetahuan pemahaman serta penghayatan Islam dan demi mempertahankan NKRI dari penjajahan Belanda.
Berangkat dari kegelisahan tersebut Larfan Pane dan kawan kawan melihat perlunya mahasiswa di organisasikan dengan baik. Maka muncullah HMI di muka bumi pertiwi sebagai organisasi yang melahirkan cendikiawan muslim di Indonesia sebagai bentuk dari kegelisahan Lafran pane pada saat itu.
HMI sebagai Organisasi independen sejak kelahirannya memiliki misi yang jelas dan cita–cita tinggi untuk diperjuangkan hingga tercapai dalam kehidupan ber-Bangsa, ber-Masyarakat dan ber-Negara.
Adapun misi HMI menegakkan dan mengembangkan agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-sunnah , serta berperan dan berpartisipasi aktif, integratif, bersama-sama pemerintah Indonesia untuk mencapai “Masyarakat Adil makmur yang diridhoi Allah SWT, serta berusaha menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka membangun masa depan bangsa dan Membina kader–kader intelektual dan pejuang bangsa yang berwawasan ke-Islaman, ke-Indonesiaan, ke-Ilmuan dan Independen, sebagai calon pemimpin Bangsa di masa mendatang.
Apakah Keluhuran Tujuan HMI pada awal berdiri ini masih dapat ter-realisasi?? Apakah realitas kader HMI pada zaman sekarang mampu melestarikan apa yang di cita-citakan HMI? Sungguh menjadi tantangan besar bagi keberlangsungan Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam.
Umur HMI kini sudah tak lagi muda. Usia yang lebih dari setengah abad tentu memberikan makna tersendiri bagi organisasi. Secara positif, organisasi ini pasti telah dewasa karena banyak pengalaman. Tetapi dibalik kedewasaan itu, tentu organisasi ini banyak menghadapi kendala yang bisa menghambat perkembangannya.
Kemunduran HMI seperti yang dituliskan oleh seorang sejarawan HMI, Kanda Prof.Dr.H.Agus Salim Sitompul antaranya: Kurangnya pengetahuan, pemahaman, penghayatan,dan pengalaman ajaran agama Islam dari seorang anggota HMI sebelum dan sesudah masuk HMI, ditambah follow up pengkaderan tidak berjalan sebagai mana mestinya dan Komisariat merupakan suatu masalah yang sangat signifikan bagi Kader HMI sendiri.
Penulis sendiri sangat sepakat terhadap Kanda Dr. Agussalim, karena sekarang ini banyak kader HMI yang hanya dijadikan alat poltik praktis bukan untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka membangun masa depan Bangsa dan membina kader-kader intelektual dan pejuang bangsa yang berwawasan keislaman, ke-Indonesiaan, keilmuan dan independen.
Karena itu banyak Kader HMI era sekarang ini hampir dan bahkan terjerumus pada Politik Praktis yang semata-mata karena kepentingan sesaat, se hingga lupa bahwa HMI bagian dari umat dan bangsa yang dituntut untuk ikut bertanggung jawab dalam masalah Umat dan Bangsa. Para kader HMI terjebak hanya pada permasalahan-permasalahan jangka pendek dan tidak strategis juga tidak produktif. Sehingga lupa mengingat masalah tentang umat dan bangsa yang semakin kompleks dan rumit.
Dengan konteks seperti ini, sekiranya HMI perlunya untuk melakukan revitalisasi, reaktualisasi kader sekaligus fungsi HMI dalam melakukan pengkaderan.
Penulis: Rizki Irwansyah (Kiki); Kader HMI Komisariat Uhuludin dan Filsafat