COBLOS
Aksi Premanisme Ciderai Pilkada Damai
18.143.23.153: Tindakan anarkis merupakan ancaman dalam setiap Pilkada di sebuah daerah. Tindakan itu bermacam-macam bentuknya. Ada yang “secara fisik†ada juga yang kadang dilakukan dengan terror “psikologis†melalui ancaman dan tekanan. Kedua tindakan anarkis tersebut dapat berbuah hukum (sanksi) jika sang pelaku memenuhi syarat pembuktikan melakukan tindakan.
Nah, kondisi itulah yang sekirannya terjadi di Kota Tangsel pada tanggal 20 September lalu. Kisahnya berawal saat KPUD Kota Tangsel menyelenggarakan pilkada damai untuk mengenalkan calon-calon kepada masyarakat.
Aksi anarkis itu terekam kamera dan diupload melalui Youtube (link : https://youtu.be/tQ5lBgeXhCE). Dari rekaman tersebut terlihat bahwa tindakan anarkis terjadi dan dilakukan oleh pasangan kandidat nomor urut 2, Arsid-Elvier.
Menurut Penggiat Demokratis Tangsel, Bukhori Salim, Senin (28/9/2015), aksi yang terekam tersebut bukan ditujukan kepada kandidat nomor 1, pasangan Ikhsan Modjo-Li Claudia, melainkan kepada paslon nomor urut 3 Airin-Benyamin. Di dalam video tersebut juga terekam aksi pelemparan terhadap mobil ambulance dan Satpol PP.
Menurut dia, tindakan tersebut nyata telah terjadi peristiwa hukum yang dilakukan oleh massa pendukung Arsid. Fenomena tersebut perlu diwaspadai menjelang Pilkada 9 Desember nanti. Ia melihat jika ada pembiaran maka, akan membuka ruang terjadinya konflik horizontal. Dan salah satu cara untuk meminimalisir potensi konflik tersebut adalah dengan melakukan pendidikan politik yang baik dari seluruh paslon.
“Aksi premanisme menciderai demokrasi yang harapannya dalam konteks Tangsel adalah berlangsungnya pilkada damai,†tegasnya.
Dalam kasus anarkis pendukung Arsid tersebut, Bukhori juga melihatnya ada militansi yang tidak dikelola dengan baik. Dendam politik menjadi isu turun-temurun yang dimanfaatkan negatif, justru akan mengompori pendukung untuk bertindak anarkis.
Salah satu potensi konflik juga sering dialamatkan kepada penyelenggara pemilu. Beberapa konflik yang terjadi di daerah, khususnya di beberapa Pilkada daerah, tudingan ketidaknetralan penyelengggara pemilu rawan menjadi alasan timbulnya konflik antar pendukung.
Langkah provokatif itupun terjadi di Tangsel. Dari pengamatannya di lapangan, ada upaya menggerakkan opini bahwa penyelenggara pilkada tidak netral makin massif menjelang pencoblosan.
Bahkan, beberapa kali pernyataan dari tim sukses kandidat tertentu mengatakan jika penyelenggara Pilkada dituding sebagai “tim suksesâ€Â kandidat pasangan nomor urut 3.
Tudingan ini tentu saja tidak sembarang tuduhan. Ada indikasi yang sangat nyata bahwa penggiringan opini penyelenggara tidak netral merupakan rangkaian secara sistematis untuk memprovokasi pendukung kandidat.
Targetnya jelas, apapun hasil pilkada yang tidak sesuai dengan keinginan mereka harus ditentang alias rusuh. Itu artinya saat terjadi tindakan anarkis tersebut oknum pendukung kandidat memiliki alasan bahwa akibat ketidaknetralan penyelenggara pemilu-lah tindakan anarkis dilakukan.
“Pernyataan ini tentu saja dapat dinilai terlalu konspiratif . Namun jika diurut secara kronologis maka pernyataan ini benarlah adanya,†tegasnya. (ARH)